BANGGAI TIMES – Situasi politik Kabupaten Banggai pasca momentum pemilu dan PSU, akhir-akhir ini mulai meresahkan.
Ini memantik reaksi dari kalangan aktivis, salah satunya adalah Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (AMPUH) Sulawesi Tengah.
Saling balas tudingan sampai saling balas aksi massa, terjadi. Apalagi setelah masuknya gugatan tim 03 yg tetap tidak bisa menerima kekalahannya di dua kecamatan yg jadi titik PSU.
Koordinator AMPUH Sulteng Chaerul Salam, mengaku prihatin, program-program pemerintahan tidak bisa berjalan. Imbasnya, rakyat juga yg menerima konsekwensi dari sikap egoisme para kandidat.
“Kita harusnya kritis melihat apa yg ada dibalik semua ini. Ketidakpuasan Sulianti Murad terhadap hasil PSU itu harus dipertanyakan. Kepentingan apa dibalik semua ini?,” ujarnya.
Hasrat Sulianti Murad yang ngotot melakukan gugatan dengan serangkaian tudingan, se-olah-olah jadi korban pilkada dan PSU, kata dia, harus dikritisi.
Ketua BEM Fakultas Hukum Unismuh Luwuk, ini pun blak-blakkan menyoroti egoisme Suianti Murad di Pilkada Banggai.
“Patut di duga, ngototnya Sulianti Murad untuk terus berupaya mendapatkan kursi kekuasaan Banggai 1, adalah upaya dan langkah untuk mengamankan aset perusahaan perkebunan sawit,” ungkapnya.
Diketahui bersama, kata kader HMI ini, bahwa ada sekitar 2.500 hektar lahan yg berada diluar batas titik HGU diambil alih Pemda yg nantinya di kelola oleh daerah dan diperuntukkan untuk kesejahteraan masyarakat Kabupaten Banggai. Berikutnya kawasan hutan suakamargasatwa Bakiriang yang akan dikeluarkan dari peta kepemilikan lahan perkebunan sawit perusahaan.
“Itu belum ditambah soal-soal lain seperti tidak diperpanjangnya izin HGU PT. Kurnia Luwuk Sejati (KLS). Bahkan sampai terakhir diperiksa Kejaksaan Tinggi soal pencaplokan hutan lindung Bakiriang tersebut,” tegasnya.
Jika hasrat berkuasa itu timbul karena dorongan kepentingan-kepentingan kapitalisasi hutan dan lahan daerah ini, dia menyarankan untuk sebaiknya dikubur dalam-dalam.
“Karena perlawanan akan terus lahir. Jika kepentingan-kepentingan untuk proses kapitalisasi itu yang menjadi motor penggerak timbulnya hasrat berkuasa, dan berlindung dibalik jubah konstitusi dan peraturan politik, maka ini merupakan upaya untuk mengkangkangi rakyat. Mencoba membuat narasi seolah demokratis padahal hanya untuk memperjuangkan kepentingan perusahaan. Bukan murni kepentingan publik,” paparnya.
Hasrat-hasrat itu kian diperparah, dengan kepentingan personal para pembisik yang sesungguhnya hanya berniat menggarong pundi-pundi dari kantong kandidat.
“Ini yang membuat kandidat seperti mendapat spirit untuk terus melakukan gugatan,” pungkasnya. *