Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Opini

Banggai Sustainable : Pembangunan Yang Berpusat Pada Manusia

×

Banggai Sustainable : Pembangunan Yang Berpusat Pada Manusia

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Oleh: Abdul Rahman Lasading (Inisiator Banggai Sustainable)

PARADIGMA pembangunan yang dianut juga mengalami perubahan. Jika pada awal perkembangannya, paradigma pembangunan lebih ditekankan pada peningkatan produksi, maka paradigma ini berubah menjadi pembangunan yang berorientasi pada distribusi pertumbuhan yang selanjutnya berkembang lagi menjadi pembangunan untuk pemenuhan kebutuhan dasar. Saat ini paradigma yang berkembang dan dianut adalah pembangunan yang berpusat pada manusia (Human Centered Development).

Example 300x600

Melalui konsep yang beroreantasi pada manusia tersebut maka pemerintah harus membawa pembangunan yang mengutamakan penduduk sebagai pusat perhatian, sehingga disamping tetap meningkatkan kapabilitas manusia tetapi juga memanfaatkan kemampuan masyarakat untuk berperan aktif di dalam mengisi pembangunan dengan bersinergi bersama masyarakat lainnya secara optimal.

Sitti Rahmawati (2015: 18) menulis bahwa pembangunan manusia pada dasarnya memili empat komponen utama: 1) produktifitas, 2) pemerataan, 3) kesinambungan, 4) pemberdayaan.

Pergeseran pendekatan pembangunan ini juga berdampak pada Indonesia sampai keseluruh tingkatan daerah tak terkecuali Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah.

Selama tiga tahun terakhir ini, Pemerintah Daerah Kabupaten Banggai di masa kepemipinan Amirudin Tamoreka dan Furqanudin Masulili menekankan pembangunan daerah dan perhatian terhadap rakyatnya, sehingga menghasilkan pemahaman tentang karakteristik daerahnya. 

Dalam kerangka ini, pembangunan daerah di Kabupaten Banggai bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam seluruh proses pembangunan daerah. Tujuan pemerintah adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya warga, yang meliputi peningkatan moralitas, kesehatan fisik, kemampuan intelektual, dan daya beli masyarakat yang ada di Kabupaten Banggai.

Hal ini tampaknya konsisten dengan teori Bank Dunia (1997: 29). Bank Dunia berpendapat bahwa tujuan akhir pembangunan adalah meningkatkan kesejahteraan manusia secara praktis dan berkelanjutan, serta pembangunan manusia yang berkualitas (peningkatan pendidikan, peningkatan gizi, dan ekonomi) bagian dari upaya untuk mencapai tujuan pembangunan tersebut.

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan proses pembangunan yang berorientasi pada manusia, UNDP telah mengembangkan Indeks Pembangunan Manusia/IPM (Human Development Index/HDI). IPM ini merupakan indeks komposit yang didasarkan pada tiga indikator, yaitu: angka harapan hidup (life expectancy at age 0), angka melek huruf penduduk dewasa (adult literacy rate) dan rata-rata lama sekolah (man years of schooling), serta Purchasing Power Parity (yang merupakan ukuran pendapatan yang sudah disesuaikan dengan daya beli). Indikator pertama mengukur “umur panjang dan sehat, dua indikator terakhir mengukur kemampuan dalam mengakses sumberdaya ekonomi dalam arti luas.

Baca juga:   Resiprokal Jabatan Dalam UU ASN

Sejarah Singkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Konsep IPM pertama kali dipublikasikan UNDP melalui Human Development Report tahun 1996, yang kemudian berlanjut setiap tahun.

Dalam publikasi ini pembangunan manusia didefinisikan sebagai “a process of enlarging people’s choices” atau proses yang meningkatkan aspek kehidupan masyarakat. 

Aspek terpenting kehidupan ini dilihat dari usia yang panjang dan hidup sehat, tingkat pendidikan yang memadai, dan standar hidup yang layak. Secara spesifik UNDP menetapkan empat elemen utama dalam pembangunan manusia, yaitu produktivitas (productivity), pemerataan (equity), keberlanjutan (sustainability), dan pemberdayaan (empowerment).

Indeks Pembangunan Manusia atau Human Development Index (HDI) oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merupakan nilai yang menunjukkan tingkat kemiskinan, melek huruf, pendidikan, angka harapan hidup, dan faktor lainnya di negara-negara di dunia. 

Indeks ini dikembangkan oleh ekonom Pakistan Mahbub-ul-Haq pada tahun 1990 dan telah digunakan dalam laporan tahunan Program Pembangunan PBB (UNDP) sejak tahun 1993. Pada tahun 2010, UNDP menyempurnakan metodologi pengukuran HDI-nya. Hal ini kemudian disebut sebagai metode baru, karena beberapa konsep sudah tidak lagi sejalan dengan perkembangan global saat ini.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Banggai seperti yang telah di ulas di atas berbagai indikator itu lantas dirumuskan ke dalam skor berskala 0—1. 

Semakin tinggi skornya, indeks pembangunan manusia di suatu negara atau dalam satu daerah diasumsikan semakin baik. Berikut kategori skor HDI versi UNDP: 1) Skor HDI di bawah 0,550: Rendah, 2) Skor HDI 0,550—0,699: Menengah, 3) Skor HDI 0,700—0,799: Tinggi, 4) Skor HDI 0,800—1,000: Sangat tinggi.

Baca juga:   Tansformasi Paradigma Pembangunan Ekonomi

Kabupaten Banggai sendiri berdasarkan Publikasi Badan Pusat Statistik Kab. Banggai pada tahun 2020 skor IPM berada pada angka 70,52 persen, tahun 2021 skor IPM berada pada angka 70,6 persen, pada tahun 2022 berada pada angka 71,08 persen, dan pada tahun 2023 berada pada angka 72,19 persen. Jika di amati skor angka IPM Kabupaten Banggai berdasarkan kategori skor angka versi UNDP, IPM Kab. Banggai berkategori “tinggi”.  

Namun demikian, beberapa indikasi dapat diperoleh dari hal tersebut. Data yang tersedia dan dapat digunakan untuk menghitung Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banggai yang menggabungkan ukuran harapan hidup, pencapaian pendidikan, dan pendapatan menjadi satu angka.

Pada data di atas menunjukkan tren kemajuan IPM Kabupaten Banggai sejak tahun 2020 sampai pada tahun 2023. Berdasarkan ulasan mengenai IPM Kab. Banggai dengan indikator pembentuknya, menjadi poin penting untuk pemerintahan saat ini bisa berkelanjutan dengan berbagai macam catatan untuk dijadikan sebagai meningkatkan pembangunan daerah yang beroreantasi pada pembangunan manusianya.

Untuk pengembangan IPM Kabupaten Banggai hal yang perlu ditindak lanjuti adalah adalah: Pertama, Planetary public Goods (untuk stabilitas iklim, saat kita menghadapi tantangan Antroposen yang belum pernah terjadi sebelumnya).

Kedua, Global Public Goods (untuk pemerataan yang lebih luas dalam pemanfaatan teknologi baru untuk pembangunan manusia yang adil).

Ketiga, adanya mekanisme keuangan baru dan diperluas, termasuk inovasi kerja sama yang melengkapi bantuan kemanusiaan dan bantuan pembangunan tradisional untuk wilayah berpenghasilan rendah.

Keempat, pengurangan polarisasi politik melalui pendekatan tata kelola baru yang berfokus untuk menyuarakan pendapat masyarakat dalam diskusi dan mengatasi misinformasi. **

Example 300250
Example 120x600
Opini

Oleh: Abdul Rahman Lasading SEBAGAI penanda perubahan yang…