BANGGAI TIMES – Ditengah gencarnya seruan penyelamatan lingkungan dan perubahan iklim, ironi justru terpampang nyata di Sulawesi Tengah. Terungkap dalam RDP Komisi II DPRD Banggai, salah satu perusahaan pertambangan nikel bernama PT Bumi Persada Surya Pratama (BPSP) telah melakukan pembabatan hutan Mangrove seluas 8 hektare, termasuk 17 hektare APL, untuk kepentingan pembuatan Jety dan penampungan ore nikel, di Desa Siuna Kecamatan Pagimana, Kabupaten Banggai.
Hutan mangrove seluas 8 hektare bukan jumlah yang kecil, yang semestinya menjadi benteng ekosistem pesisir, pelindung dari abrasi yang dapat mengancam kehidupan manusia, serta habitat biota laut, kini porak poranda hanya demi kepentingan bisnis.
Dalih korporasi telah mengganti dengan penanaman Mangrove di Desa Tikupon Kecamatan Bualemo tidak bisa dibenarkan begitu saja. Bagaimana bisa, penanaman pohon Mangrove dilaksanakan di desa tetangga Siuna, sedangkan dampak buruk akibat pembabatan berada di Siuna.
Pembabatan ini tidak hanya menjadi persoalan lingkungan, tetapi juga potensi pelanggaran hukum serius yang menyangkut izin pemanfaatan lahan, tindak pidana kehutanan, hingga indikasi perusakan lingkungan yang menimbulkan kerugian ekonomis jangka panjang.
Tugas Baru Kajati Baru
Kini, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah yang baru saja dipimpin N. Rahmat memiliki tantangan baru.
Pembabatan hutan Mangrove di Desa Siuna Kecamatan Pagimana, yang setara setengah luasan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) ini, wajib diusut mulai dari Regulasi Perlindungan Hutan Mangrove meliputi UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Perpres No. 73 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove, dan Permen LHK No. P.105/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Rencana Aksi Nasional Mangrove.
Izin Pemanfaatan Terbatas pada area Hutan Mangrove yang digunakan untuk pembangunan jety PT. BPSP juga menjadi titik fokus pemeriksaan, serta kepatuhan terhadap kewajiban reklamasi.
Mangrove merupakan kawasan hutan lindung yang memerlukan Izin pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) kepada Kementerian Lingkungan Hidup bersama Kementerian Kehutanan.
Pun, Izin ini tidak serta merta membolehkan pembabatan total pohon Mangrove.
Untuk mengantongi izin ini, perusahaan wajib memiliki dokumen AMDAL, izin lingkungan, dan kewajiban rehabilitasi/pemulihan.
Sudah saatnya, korps Adhyaksa Sulteng yang dipimpin Kajati N. Rahmat meneladani langkah tegas Jaksa Agung ST Burhanudin yang menyeret para taipan sawit Grup Duta Palma ke meja pengadilan-perusak lingkungan hidup senilai Rp76 Triliun. *