Oleh : Abdul Rahman Lasading (Initiator Banggai Sustainable)
PELIMPAHAN kewenangan dari pemerintah kabupeten pada pemerintah kecamatan bukan hanya kebutuhan, namun merupakan suatu keharusan dalam rangka menciptakan sekaligus meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam upaya mewujudkan tujuan pembangunan daerah yang berkelanjutan.
Ada dua pendekatan utama untuk menetapkan kewenangan: pendekatan yuridis, atau top down, dan pendekatan sosiologis, atau bottom up.
Pendekatan yuridis, atau top down
Penetapan kewenangan secara yuridis ke pemerintah kecamatan adalah proses hukum yang memberikan hak dan tanggung jawab kepada pemerintah kecamatan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam kerangka otonomi daerah. Kewenangan ini ditetapkan melalui berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan daerah di Indonesia.
UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah – Pembagian Urusan Pemerintahan, pasal 224 disebutkan bahwa kecamatan merupakan perangkat daerah yang membantu Bupati/Wali Kota dalam penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kecamatan.
PP Nomor 17 Tahun 2018 tentang Kecamatan PP ini memberikan panduan lebih rinci mengenai tugas, fungsi, dan kewenangan pemerintah kecamatan. Pasal 3 PP 17/2018 ini menetapkan bahwa pemerintah kecamatan bertanggung jawab atas pelaksanaan urusan pemerintahan yang dilimpahkan oleh pemerintah kabupaten/kota.
Permendagri Nomor 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah-Permendagri ini memberikan panduan teknis dalam pengelolaan perencanaan dan keuangan daerah, termasuk di tingkat kecamatan, dengan mengklasifikasikan urusan-urusan pemerintahan yang dapat didelegasikan ke kecamatan.
Perda Kabupaten/Kota tentang Kecamatan-setiap kabupaten/kota biasanya menetapkan Perda yang mengatur lebih rinci tentang kewenangan, tugas, dan tanggung jawab kecamatan. Perda ini menjadi landasan hukum bagi camat untuk menjalankan kewenangan yang telah dilimpahkan oleh bupati/wali kota.
Keputusan Bupati/Wali Kota – sebagai bagian dari implementasi peraturan perundang-undangan di atas, bupati atau wali kota dapat mengeluarkan keputusan yang secara spesifik melimpahkan kewenangan tertentu kepada camat, misalnya dalam hal perizinan, pengawasan pembangunan, atau pelayanan publik di tingkat kecamatan.
Pendekatan sosiologis, atau bottom up
Penetapan kewenangan secara sosiologis kepada pemerintah kecamatan berkaitan dengan bagaimana kewenangan yang diberikan kepada kecamatan dapat disesuaikan dengan kondisi sosial, budaya, dan kebutuhan masyarakat setempat.
Pendekatan sosiologis ini menekankan pentingnya memahami dinamika sosial dan budaya masyarakat dalam proses desentralisasi kekuasaan dari pemerintah pusat atau kabupaten/kota ke tingkat kecamatan.
Penghargaan terhadap Kearifan Lokal-pemerintah kecamatan perlu mengakui dan menghargai kearifan lokal yang ada di masyarakat. Kearifan lokal seringkali mencakup praktik-praktik tradisional dalam pengelolaan sumber daya alam, adat istiadat, dan mekanisme resolusi konflik yang sudah berakar kuat dalam komunitas.
Penetapan kewenangan harus memperhatikan dan mendukung mekanisme lokal ini agar kebijakan yang diimplementasikan di kecamatan mendapatkan dukungan dan partisipasi dari masyarakat.
Partisipasi Masyarakat-kewenangan yang diberikan kepada kecamatan harus melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Ini bisa dilakukan melalui musyawarah desa, Musrenbang (Musyawarah Rencana Pembangunan), atau forum-forum partisipatif lainnya. Partisipasi masyarakat memastikan bahwa kebijakan dan program yang dijalankan oleh pemerintah kecamatan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat lokal.
Pemberdayaan Masyarakat-pemberian kewenangan kepada kecamatan harus diarahkan untuk memberdayakan masyarakat, meningkatkan kapasitas mereka dalam mengelola sumber daya lokal, dan mengatasi masalah sosial-ekonomi.
Program-program pemberdayaan, seperti pelatihan keterampilan, dukungan untuk usaha kecil, dan peningkatan akses pendidikan dan kesehatan, harus menjadi prioritas utama pemerintah kecamatan.
Rp5 Miliar per kecamatan untuk apa ?
Alokasi anggaran sebesar Rp5 Miliar per kecamatan di Kabupaten Banggai di masa kepemipinan Amirudin Tamoreka dan Furqanudin Masulili saat ini adalah satu langkah strategis seorang pemimpin dalam merespon apa yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat berbasis kewilayahan yang dapat memperkuat fondasi ekonomi, sosial, dan infrastruktur di tingkat lokal.
Kebijakan Rp5 Miliar per kecamatan yang bersumber dari APBD Kab. Banggai bukan satu kebijakan yang lahir dari keinginan semata atau kepentingan tertentu, melainkan dari pertimbangan yang mengendepankan prinsip yuridis dan sosiologis dalam penetapan dan pelimpahan kewenangan pemerintah kabupaten kepada pemerintah kecamatan.
Sehingga menjadi penting bagi masyarakat untuk mengawal secara bersama-sama alokasi dana tersebut. Agar bisa dimanfaatkan oleh pemerintah kecamatan dengan mengedepankan prisip transparan serta akuntabel, dengan melibatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan.
Langkah strategis Amirudin Tamoreka dan Furqanudin Masulili sebagai Bupati dan Wakil Bupati dalam memberikan kewenangan kepada 24 pemerintah kecamatan yang ada di Kabupaten Banggai, dengan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan, alokasi anggaran Rp5 Miliar per kecamatan di Kabupaten Banggai bisa menjadi katalisator bagi pembangunan.
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendorong pembangunan yang lebih berkelanjutan dan inklusif. **