Oleh: Muhadam Labolo
KINI, kebingungan kita menghadapi pemilu 2024 berhadapan kembali dengan soal mekanisme. Khususnya mekanisme memilih anggota legislatif, apakah tetap proporsional terbuka atau kembali ke proporsional tertutup. Dua mekanisme lain yaitu pemilihan pasangan presiden dan kepala daerah gaungnya tak sekeras pileg, walau sebenarnya keduanya jauh lebih sexy.
Bila alasannya soal efisiensi dan efektivitas, tentu kedua mekanisme itulah yang patut dipikirkan kembali. Memang akan berat dan berliku, memaksa parlemen mesti mengubah konstitusi pasal 6A ayat (1), dimana presiden dan wapres dipilih langsung. Mungkin yang lebih mudah adalah menerjemahkan kembali pasal 18 ayat (4) dimana pasangan kepala daerah cukup dipilih secara demokratis.
Masalah umumnya, apakah konsekuensi logis jika terjadi perubahan mekanisme pileg dalam kontestasi pemilu kali ini? Tentu semua paham bahwa apapun pilihan mekanismenya, proporsional terbuka atau tertutup punya kelebihan dan kelemahan. Bagi kita, yang perlu ditelusuri adalah apakah masalah yang dihadapi dalam sekian kali pileg sehingga perlu mempertimbangkan kembali mekanisme proporsional tertutup.