Karena ciri-ciri bisnis pada sektor pertambangan ada 3, yaitu:
1. padat modal (investasi besar)
2. jangka panjang
3. high risk (resiko tinggi)
“Jika diantara salah satu tidak bisa kita dipenuhi, saya yakinkan bahwa keberlangsungan usaha akan berhenti dan kita semua akan mencari jalan sendiri-sendiri,” katanya.
Terlepas dari ketiga point diatas, Najmi juga mengulas penyebab hingga kegiatan utama kita seperti hauling, produksi & barge terhenti.
“Karena dunia, pasar global sedang lesu, harga-harga komoditas tambang semua anjlok, yang dipengaruhi oleh geo polotical global dan nasional, momentum ini harus kita manfaatkan untuk kelayakan project, baik dari sisi kacamata safety, opperating cost, ataupun dari sisi lain,” paparnya.
Disisi lain, kata dia, Indonesia memang berpotensi sebagai pemilik cadangan nikel terbesar didunia, dan bercita-cita ingin menjadi “Raja Baterai” kendaraan listrik dunia. Ini dikuatkan dengan cadangan bahan baku yang berlimpah.
Namun seiring bertumbuh kembangnya pengetahuan dan tekhnologi ternyata ada komponen lain untuk pembuatan baterai, seperti cobalt, alumunium dan lithium.
Itu sebabnya RI tidak bisa bergantung pada komoditas nikel untuk bisa mencapai impian menjadi raja baterai kendaraan. Nikel hanya berperan sebanyak 25 persen dan 60 persen komponen lainnya didominasi oleh lithium, untuk cadangan lithium terbesar ada di negara Australia.
“Hal ini salah satu faktor yang membuat harga komodotas nikel dunia semakin anjlok,” ungkapnya.
Melalui momentum Bulan K3 Nasional ini, Najmi berharap menjadi ajang bagi seluruh pihak yang terlibat di PT. KFM untuk tetap menjaga dan mempertahankan nilai-nilai Budaya K3. *