Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Opini

Resiprokal Jabatan Dalam UU ASN

×

Resiprokal Jabatan Dalam UU ASN

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Oleh: Muhadam Labolo

Revisi UU ASN selesai di ketuk, masih hangat, masih basah kata orang. Salah satu point penting yang menarik dicermati adalah peluang mobilitas ASN masuk ke ruang militer dan kepolisian.

Example 300x600

Sebuah kebijakan yang mungkin disandarkan pada asas resiprokal. Bila selama ini personil militer dan polisi aktif lalu-lalang ke meja birokrasi sipil, mengapa tak sebaliknya? Problemnya, apakah asas itu mendukung profesionalitas birokrasi?

Profesionalitas merujuk pada profesi, pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian. Cakupannya meliputi mutu, penguasaan, dan keajegan atas keduanya (Egok, 2019).

Sementara resiprokal bermakna perbuatan timbal balik agar tercapai keseimbangan, termasuk untung ruginya (proporsionalitas). Artinya, konsekuensi apapun wajib di terima sebagai tanggungjawab dalam jabatan, bukan sekedar ambil untung.

Bila mobilitas ASN dan non ASN didasarkan pada asas di atas penting diingat pertama, konsekuensi hukum bagi pejabat non ASN di ruang sipil mesti diberlakukan sama dengan ASN pada umumnya. Hal ini untuk memperlihatkan keseriusan asas proporsionalitas dan kepastian hukum. 

Tak adil rasanya pejabat non sipil melakukan pelanggaran hukum di ranah sipil tapi berlindung di jaket hukum non sipil. Kasus pejabat BNPB tempo hari cukup jadi pelajaran.

Baca juga:   Implikasi Perubahan Status Provinsi

Kedua, perlu disadari bahwa birokrasi non sipil dan sipil punya kekhasan. Ruang non sipil seperti militer (juga polisi) terbiasa dengan kultur birokrasi klasik yang ketat hirarkhi, struktural, ego-system, legalistik, dan formalitas.

Sementara ruang birokrasi sipil kini lebih adaptif, fleksibel, fungsional, eco-system, dan para-legalistik. Memaksakan mobilitas pada jabatan tertentu tidakkah melawan asas profesionalitas.

Ruang birokrasi sipil yang tak kaku, adaptif, dan fungsional itu seringkali berubah nuansanya ketika dimasuki pejabat non sipil. Bagi sipil, kepatuhan pada sistem dan proses sama pentingnya dengan kepatuhan pada atasan dan hasil akhir.

Cara kerja itu beda dengan tentara dan polisi (Connie, 2023). Ruang non sipil cukup perintah, ruang sipil butuh musyawarah. Bila dipaksa, sama dengan menukar Ikan Lele ke air asin dan Ikan Tuna ke air tawar.

Ketiga, salah satu penguat profesionalitas ketika rekam jejak seseorang terlihat dalam masa karir hingga level tertinggi. Untuk duduk di eselon 2 dan 1, ASN butuh syarat pernah duduk di jabatan yang setidaknya serumpun dengan kategori jabatan yang di lelang.

Baca juga:   Berbenah Menjadi Kota Olahraga

Sulit membayangkan track record tentara dan polisi ke arah itu bila tak pernah sekalipun duduk di jabatan yang linier di posisi itu, apatah lagi tanpa lelang dan langsung duduk manis.

Jabatan sipil hanya batu loncatan meraih bintang, atau memperpanjang masa jabatan yang selisihnya beda 2 tahun. Kita juga tak banyak paham apakah kinerja birokrasi yang di isi non sipil lebih baik dari ASN. Ambil contoh BNN yang sebagian besar isinya polisi namun angka peredaran narkoba relatif tak terkendali.

Terbukanya peluang pada sejumlah departemen sejak UU ASN lama sebenarnya telah menjadi warning. Apalagi tim reformasi hukum baru-baru ini mengingatkan agar perlu pembatasan tentara dan polisi dalam ranah sipil (Mahfud, 2023). 

Simpelnya, kembalinya dwi fungsi lewat UU ASN penting diwaspadai guna mencegah gagalnya reformasi birokrasi, kembalinya otoritarianisme gaya baru, serta redupnya meritokrasi. *

(Penulis adalah Guru Besar Ilmu Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri)

Example 300250
Example 120x600
Opini

Oleh: Abdul Rahman Lasading SEBAGAI penanda perubahan yang…